Kamis, 02 Mei 2013

Memutus Mata Rantai Jaringan Teroris



Penilaian terhadap kasus terorisme tidak bisa dilakukan per kasus, harus diperhatikan secara keseluruhan. Sebab, satu kasus dengan kasus lainnya selalu berhubungan. Bahkan, gerakan terorisme  di satu daerah dengan daerah lain di Indonesia juga berada dalam satu jaringan. Seperti penangkapan yang diduga sebagai teroris di Jl Bangka, Pela Mampang, Jaksel baru-baru ini, jika ditarik benang lurus pasti mempunyai keterkaitan dengan yang lain.
Mencermati kronologis aksi teroris, mulai dari Bom Bali I tahun 2002, terungkap jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Setelah JI terungkap dan bubar, para anggotanya terpisah menjadi banyak kelompok sel-sel. Mereka pun, membentuk Jemaah Anshorut Tauhid (JAT) yang merupakan organisasi teroris. Sel ini bisa merekrut antar sel, saling berhubungan, terikat pada satu ideologi radikal dan memiliki agenda utama mendirikan suatu kekhalifahan berdasarkan syariat.
Substansi propaganda radikalisasi, yang ditanamkan teroris adalah menanamkan kebencian, menyebarkan permusuhan karena perbedaan paham, agama dan merusak cara berpikir anak-anak yang menginjak usia remaja untuk dijadikan “pengantin” dalam melakukan aksinya.
Untuk itu perlu kiranya dikedepankan pendekatan lunak seperti deradikalisasi dalam penanganan terorisme. Selama ini yang terlihat di publik adalah pendekatan keras (hard approach), di mana terjadi ledakan bom kemudian penembakan dan penangkapan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Korelasi dari semua faktor itu mengkristal menjadi rasa ketidakadilan dan dieksploitasi menggunakan paham-paham radikalisme, apalagi mengatasnamakan agama. Itulah yang kemudian memicu aksi-aksi terorisme.
Penegakan hukum, perang melawan terorisme harus dilakukan seiring prinsip preventif dengan mencegah terjadinya cara berpikir sempit sejak anak-anak. Untuk itu, perlu ada pendekatan persuasif, program deradikalisasi berbasis pada keluarga. Kita semua harus serius melakukan program deradikalisasi berbasis keluarga untuk memutus rantai jaringan teroris.
Deradikalisasi yang menjadi program kontra-terorisme tidak bisa hanya dilakukan pada orang dewasa. Perlu ada terobosan program yang berbasis keluarga, di mana orang tua disadarkan akan tanggung jawab pada anak. Program deradikalisasi hendaknya benar-benar diarahkan untuk memutus mata rantai regenerasi jaringan teroris. Salah satu caranya, dengan mencegah anak-anak disusupi ideologi radikal oleh jaringan teroris.
Ideologi kekerasan atau terorisme umumnya tumbuh pada masa anak-anak dan remaja. Untuk itu, diperlukan program untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja dengan dialog bernuansa kebangsaan. Kita harus memutus mata rantai benih tumbuhnya ideologi kekerasan yang dipancarkan teroris kepada anak-anak tunas bangsa ini.
Jika ada anak-anak atau remaja yang diketahui potensial menjadi bibit radikalis atau teroris, kita mesti menjauhkannya dari jaringan teroris, dan mendidiknya dengan pemahaman keagamaan yang moderat. Keluarga, terutama orangtua, harus lebih giat memantau perkembangan perilaku dan pendidikan anak agar tidak mudah diracuni ideologi radikal teroris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar