Rabu, 11 Desember 2013

Teroris Masuk Desa, BNPT Gandeng TNI AD


TNI punya aparat pengawasan dan pengamanan teritorial di tingkat desa

Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mensinyalir bahwa para teroris kini bergerak ke desa-desa. Mereka berupaya menanamkan paham radikal di sana.

Demikian ungkap Deputi 1 Bidang Pencegahan Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayor Jenderal Agus Surya Bakti, Kamis 5 September 2013. Menurut dia, untuk menekan dan mencegah ruang gerak para teroris di desa-desa, BNPT akan menggandeng TNI Angkatan Darat. 

"Selama ini kami baru bekerjasama dengan Polri," kata Agus di kantor BNPT, Jakarta. TNI AD, menurut Agus, mempunyai kemampuan pengawasan dan pengamanan teritorial hingga tingkat desa.

"TNI AD, dalam hal ini Bintara Pembina Desa (Babinsa), hanya menjalankan fungsi teritori sesuai kepentingan TNI. Kami ingin ke depan berjalan bersama," kata mantan Komandan Grup Kopassus itu.
Namun soal penindakan aksi teror yang terjadi, Agus menuturkan, saat ini pihaknya belum ingin bekerjasama dengan TNI. "Polri masih sanggup tangani itu. Kami fokus ke pencegahan dulu," katanya.

Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah sebagai upaya pengawasan masih menjadi prioritas. Terutama koordinasi hingga tingkat kelurahan.

"Kami tidak punya kemampuan untuk mengawasi semua pesantren dan sekolah. Upaya deradikalisasi di wilayah itu cukup potensial. Kami minta bantuan unsur pemerintah daerah," tuturnya.

Agus mengakui unsur pemerintah juga rawan terhadap berbagai doktrin deradikalisasi. BNPT dalam hal ini akan melakukan upaya peningkatan kesadaran para PNS agar terhindar dari dradikalisasi. "Teroris itu musuh negara. Harus dilawan bersama," katanya.

BNPT nyatakan teroris berupaya pecah persatuan TNI/Polri

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan teroris berupaya memecah persatuan TNI-Polri agar kekuatan penegak hukum melemah.

Ansyaad Mbai setelah penutupan latihan penumpasan terorisme di Palu, Sabtu, mengatakan teroris sempat menyatakan bahwa musuhnya hanya Polri atau Densus 88 Antiteror sementara TNI lebih baik menyingkir.

"Teroris adalah musuh negara, tidak bisa dihadapi satu institusi saja," ujar Ansyaad.

Menurutnya, hal itu adalah taktik teroris dalam upayanya memecah kekuatan negara.

Dia berharap semua intitusi baik itu Polri, TNI dan pemerintah harus bersatu padu dalam memberantas terorisme di Tanah Air.



Selama satu pekan terakhir BNPT menggelar latihan gabungan penanggulangan terorisme di Kota Palu. Latihan tersebut diikuti ratusan prajurit TNI dan Polri guna meningkatkan koordinasi dan keterampilan pasukan.

Latihan itu berupa perang di lapangan terbuka, penjinakan bahan peledak, pembebasan sandera, penanganan korban, serta penanganan warga masyarakat yang mencoba melihat aksi penumpasan teroris. (antaranews.com)

Selasa, 21 Mei 2013

Masyarakat Harus Peduli Terhadap Ancaman Terorisme




 
Terorisme harus diperangi dan tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun. Terorisme adalah kejahatan yang tidak berperikemanusiaan. Agama manapun melarang aksi-aksi terorisme karena mengancam keselamatan jiwa manusia. Oleh karena itu, pemerintah, aparat keamanan dan masyarakat harus melakukan langkah-langkah pencegahan sehingga tidak terjadi lagi aksi-aksi terorisme di masa mendatang. Disamping itu yang paling utama dalam memerangi terorisme, masyarakat harus peduli dengan ancaman terorisme.
Manakala masih ada aksi terorisme, pelakunya ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Kita mengajak dan menyerukan bagi keluarga di seluruh tanah air teruslah membimbing putra-putrinya menyerukan, mengajak untuk tidak melakukan kejahatan terorisme. Masyarakat harus ikut andil untuk tangkal terorisme dengan cara selalu waspada gerak gerik pendatang baru yang mencurikan. Tugas kita mencegah, kalau ada keganjilan, ada rumah kontrakan yang tidak jelas penghuninya, kerjanya malam hari, tidak boleh apatis, dan memiliki kepekaan. Lakukanlah sesuatu untuk mencegah dan mencegah.

Aksi terorisme tak bisa selesai hanya dengan menyerahkannya kepada aparat keamanan saja. Namun, semua pihak harus ikut berperan membuat kondisi semakin kondusif. Para pemimpin agama membimbing, tampil, menyerukan agar tidak ada aksi-aksi seperti itu. Pemerintah daerah dalam hal ini, bupati, walikota, gubernur tentu jajaran Kodam dan Kepolisian daerah juga harus terus melakukan segala upaya untuk mencegah dan menanggulangi aksi-aksi terorisme ini. Kita jangan hanya menyerahkan kepada kepolisian atupun Komando Teritorial TNI. Semua memiliki tanggung jawab, semua harus peduli dan juga melakukan langkah-langkah yang semestinya.
Terorisme merupakan musuh dunia, karenanya jangan sampai dunia juga memproduksi sumber-sumber manusia yang berpotensi menyebabkan sehingga terjadi aksi radikalitas dan kekerasan. Khusus di dalam negeri mari kita jaga, kebersamaan, keutuhan, persaudaraan, toleransi, dan harmoni. Tidak ada alasan apapun, tidak ada prakondisi apapun bagi terjadinya aksi-aksi kekerasan termasuk terorisme yang sudah sangat meresahkan.

Senin, 13 Mei 2013

Polri Butuh TNI Memberantas Teroris



Teroris menjadi ancaman yang sangat serius bagi umat manusia . Teror, bom, pembunuhan terhadap aparat keamanan menjadi bukti kuat bahwa teroris itu benar-benar berbahaya dan sangat meresahkan dalam kehidupan masyarakat.
Mencermati sepak terjang teroris di tanah air sekarang ini sudah cenderung kepada aksi balas dendam terutama terhadap aparat keamanan yang menjadi penghalang utama aksinya.
Apapun alasannya, jika tidak dicegah, teroris akan terus beraksi. Polri membutuhkan peran TNI dalam memberantas aksi teroris yang masih saja hidup di tengah-tengah masyarakat. Sudah sepantasnya, TNI dihadirkan membantu Kepolisian dalam memberantas aksi teroris.
TNI dan Polri memang mempunyai peran berbeda. Peran TNI lebih pada pengamanan negara, sedangkan Polri pada masalah ketertiban. Ketika terorisme menjadi salah satu ancaman negara yang bisa merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka dibutuhkan peran TNI melalui intrumennya. Perlunya pelibatan TNI sepertinya sudah merupakan kebutuhan, dan TNI mesti siap untuk membantu menjaga negara. Sedangkan Polri harus mampu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Meski dari sudut pandang masyarakat umum, peran TNI dalam penanganan terorisme dinilai belum sepenuhnya tampak, namun sebenarnya TNI sudah terjun dan turut serta dalam masalah tersebut. Yang paling penting diciptakan adalah bagaimana TNI dan Polri bekerja sama dan saling koordinasi. TNI punya tugas khusus dalam intelijen negara. Tugas khusus lainnya yaitu bagaimana meredam radikalisasi melalui organ-organ yang ada di TNI itu sendiri.
            Teroris itu merupakan musuh utama negara dan harus diberantas. Partisipasi masyarakat dalam membantu aparat TNI/Polri dalam memberantas teroris harus kita kedepankan dalam menjaga dan menciptakan rasa aman di kehidupan masyarakat.
            Kedepan hendaknya kita juga harus mampu meningkatkan soliditas dan solidaritas antara sesama anak bangsa. Mampu menyikapi perbedaan dengan arif serta menumbuhkan naluri dalam mendeteksi ancaman keselamatan dan hal-hal yang bisa merusak bangsa Indonesia merupakan sikap terpuji dalam menolak dan menentang segala bentuk kekerasan.

Senin, 06 Mei 2013

Teroris Musuh Utama Bangsa



Di tengah kemajemukan bangsa, tidak dapat dipungkiri bahwa potensi perbedaan pendapat dan pandangan akan selalu hadir. Kemajemukan jika diartikan dalam sikap positif akan memberikan suatu kekayaan budaya yang mempunyai nilai magis yang tinggi, tetapi jika kita berpikir kerdil kemajemukan akan membawa kita kepada pengkotakan cara pandang yang sempit dalam mencerna dan menerima sesuatu yang menggiring kepada suatu tindakan konyol.
         Cara berpikir sempit inilah sampai saat ini masih menjadi penyakit dalam kehidupan masyarakat kita yang mesti diobati agar tidak menggerogoti perilaku bermasyarakat. Percaya atau tidak, cara berpikir yang demikianlah yang membuat segelintir anak bangsa mengkotakkan diri dalam komunitas yang disebut sebagai kelompok yang sulit menerima perbedaan, sehingga membawa mereka kepada suatu perbuatan yang mengancam keselamatan orang lain berupa teror dan teror.
            Sungguh mencengangkan, kelompok teroris sekarang sudah mengincar pejabat publik yang dijadikan sasaran. Hal ini tentu tidak bisa kita biarkan berlarut-larut, butuh kerja ekstra berat dari aparat keamanan dalam mencari dan menangkap para pelakunya. Kita harus menjadikan teroris sebagai musuh utama bangsa yang harus kita berantas. Jika hal ini tidak dituntaskan segera, muncul kekhawatiran masyarakat jadi kurang percaya terhadap kinerja dan kesungguhan aparat keamanan dalam menemukan para pelaku teror.
            Kita tentu berharap keberadaan para teroris yang masih berkeliaran di masyarakat segera dtangkap. Jangan kita beri kesempatan kepada para teroris untuk hidup di sekitar kita dan jadikan para teroris itu sebagai musuh bersama bangsa yang harus kita berantas. Partisipasi masyarakat menjadi sangat dominan dalam menemukan para teroris, karena akan memudahkan aparat TNI/Polri dalam mencari dan menemukan para pelaku. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Sudah banyak jatuh korban sia-sia akibat kebiadaban para teroris. Kita berharap jangan ada lagi anak bangsa yang tersakiti.
            Kita adalah satu saudara yang memiliki perasaan yang sama. Untuk itu kita berharap Pemerintah beserta jajarannya menerapkan hukuman yang tegas dan berat bagi para pelaku teror. Jika perlu jangan berikan ampunan kepada para pelakunya karena masyarakat sudah merasa tersakiti akibat ulah mereka yang telah merenggut nyawa saudara kita yang tidak berdosa. Mari jadikan negara kita sebagai negara pelopor dalam memberantas aksi teroris.

Kamis, 02 Mei 2013

Memutus Mata Rantai Jaringan Teroris



Penilaian terhadap kasus terorisme tidak bisa dilakukan per kasus, harus diperhatikan secara keseluruhan. Sebab, satu kasus dengan kasus lainnya selalu berhubungan. Bahkan, gerakan terorisme  di satu daerah dengan daerah lain di Indonesia juga berada dalam satu jaringan. Seperti penangkapan yang diduga sebagai teroris di Jl Bangka, Pela Mampang, Jaksel baru-baru ini, jika ditarik benang lurus pasti mempunyai keterkaitan dengan yang lain.
Mencermati kronologis aksi teroris, mulai dari Bom Bali I tahun 2002, terungkap jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Setelah JI terungkap dan bubar, para anggotanya terpisah menjadi banyak kelompok sel-sel. Mereka pun, membentuk Jemaah Anshorut Tauhid (JAT) yang merupakan organisasi teroris. Sel ini bisa merekrut antar sel, saling berhubungan, terikat pada satu ideologi radikal dan memiliki agenda utama mendirikan suatu kekhalifahan berdasarkan syariat.
Substansi propaganda radikalisasi, yang ditanamkan teroris adalah menanamkan kebencian, menyebarkan permusuhan karena perbedaan paham, agama dan merusak cara berpikir anak-anak yang menginjak usia remaja untuk dijadikan “pengantin” dalam melakukan aksinya.
Untuk itu perlu kiranya dikedepankan pendekatan lunak seperti deradikalisasi dalam penanganan terorisme. Selama ini yang terlihat di publik adalah pendekatan keras (hard approach), di mana terjadi ledakan bom kemudian penembakan dan penangkapan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Korelasi dari semua faktor itu mengkristal menjadi rasa ketidakadilan dan dieksploitasi menggunakan paham-paham radikalisme, apalagi mengatasnamakan agama. Itulah yang kemudian memicu aksi-aksi terorisme.
Penegakan hukum, perang melawan terorisme harus dilakukan seiring prinsip preventif dengan mencegah terjadinya cara berpikir sempit sejak anak-anak. Untuk itu, perlu ada pendekatan persuasif, program deradikalisasi berbasis pada keluarga. Kita semua harus serius melakukan program deradikalisasi berbasis keluarga untuk memutus rantai jaringan teroris.
Deradikalisasi yang menjadi program kontra-terorisme tidak bisa hanya dilakukan pada orang dewasa. Perlu ada terobosan program yang berbasis keluarga, di mana orang tua disadarkan akan tanggung jawab pada anak. Program deradikalisasi hendaknya benar-benar diarahkan untuk memutus mata rantai regenerasi jaringan teroris. Salah satu caranya, dengan mencegah anak-anak disusupi ideologi radikal oleh jaringan teroris.
Ideologi kekerasan atau terorisme umumnya tumbuh pada masa anak-anak dan remaja. Untuk itu, diperlukan program untuk menyelamatkan kalangan anak dan remaja dengan dialog bernuansa kebangsaan. Kita harus memutus mata rantai benih tumbuhnya ideologi kekerasan yang dipancarkan teroris kepada anak-anak tunas bangsa ini.
Jika ada anak-anak atau remaja yang diketahui potensial menjadi bibit radikalis atau teroris, kita mesti menjauhkannya dari jaringan teroris, dan mendidiknya dengan pemahaman keagamaan yang moderat. Keluarga, terutama orangtua, harus lebih giat memantau perkembangan perilaku dan pendidikan anak agar tidak mudah diracuni ideologi radikal teroris.

Rabu, 01 Mei 2013

Ketika Ajaran Agama Dipinggirkan



Pergerakan terorisme akhir-akhir ini menjadi topik utama menghiasi media cetak dan eletronik serta menjadi perhatian seluruh komponen anak bangsa. Terorisme bukan hanya musuh bangsa Indonesia tetapi sudah menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Terorisme sekarang ini telah memiliki jaringan internasional yang terorganisir dengan melakukan perencanaan yang telah tersusun rapih dalam melakukan teror, sehingga perlu kewaspadaan dalam menyikapinya karena setiap kemunculannya memberikan dampak yang sangat besar terutama keselamatan nyawa manusia.
            Pergerakan terorisme menjadi masalah krusial yang mesti disikapi secara bijak karena menjadi ancaman serius yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cara efektif yang harus dilakukan adalah melakukan deteksi dini untuk mempersempit pergerakan terorisme terjadi di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Depok dan Solo, Makassar dan Poso.
            Dengan kemajemukan masyarakat di tanah air yang bermacam suku, agama dan ras dapat saja dibelokkan untuk menumbuhkan isu perpecahan. Masyarakat yang hidup dalam alam kemajemukan dengan berbagai kultur dan budaya jika dibekali pengetahuan dan pemahaman tentang wawasan kebangsaan mestinya menjadi penangkal bagi masuknya budaya kekerasan. Saat ini masyarakat telah mengalami penurunan pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai gotong royong dan nilai-nilai kebersamaan. Apabila nilai-nilai kebangsaan tidak kita pupuk dan pelihara maka akan memberi ancaman terhadap kerukunan dan kehidupan berbangsa.
            Makin memprihatinkan lagi, saat ini kita sudah mulai terseret budaya-budaya luar yang menggiring kita kepada suatu pribadi yang konsumtif dan mengabaikan nilai-nilai yang terkandung dari Pancasila. Kita jangan terjerumus kepada suatu pandangan yang menggiring kita berpikir secara kerdil dan dangkal dalam menyikapi suatu pemahaman global. Nilai-nilai yang dipancarkan Pancasila hendaknya kita amalkan dan camkan dalam setiap tindak perilaku kita.
            Aksi teroris yang belakangan mencuat disebabkan oleh pemahaman akan ajaran agama dan pancasila mulai terkikis sehingga menggiring para pelaku teror untuk membenarkan tindak kekerasan sebagai jalan pintas menuju keabadian. Sungguh sangat memalukan, akibat pengetahuan yang dangkal dalam menginterpretasikan suatu persoalan, nilai-nilai yang diajarkan agama dalam menebar kebajikan diabaikan. Agama manapun tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan dan itu sama saja dengan menghianati agama yang dianutnya.
            Demikian juga Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa selalu mengajarkan toleransi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam hidup bermasyarakat. Tiada kata lain selain bertobat dan kembali ke jalan yang benar, karena aksi teror bukan jalan baik dalam mengamalkan ajaran agama dan pancasila.